Sabtu, 10 Mei 2014

Prolog dalam Beautiful Regret


Prolog
MALAM itu langit tanpa pendar bintang. Benar-benar gelap dan sunyi. Salju yang turun sore tadi masih menyisakan rasa dingin yang menyecapi kulit. Meski sudah memakai jaket wol yang cukup tebal, tetap saja, pemuda yang sedang duduk di bangku selter bus itu terpaksa menautkan kedua telapak tangannya. Lalu digosok-gosokkannya untuk mengusir rasa dingin yang mendera.
Malam semakin larut, tetapi pemuda itu masih termangu di tempat itu. Entah kenapa, bus yang ditunggunya tak kunjung datang. Apakah tumpukan salju menghalangi laju bus? Rasanya tidak mungkin karena salju turun tak begitu lebat. Tetapi bagaimanapun juga, ia harus menunggu bus terakhir ketimbang harus menggunakan taksi yang bayarannya bisa berkali-kali lipat.
Udara dingin semakin menyerang tubuhnya, membuatnya sedikit tergigil. Ia merutuki dirinya sendiri karena tak mendengarkan saran ibunya untuk membawa jaket cadangan. Kali ini ia tak bisa lagi melawan rasa dinginnya. Kemudian dimasukkan kedua tangannya pada saku mantel. Meski pikirannya mulai tidak fokus, tetapi telinganya masih bisa menangkap sebuah suara.
Suara teriakan seorang perempuan yang meminta tolong!
Pemuda itu berdiri. Kepalanya menoleh ke arah kiri dan kanan,mencari sumber suara itu berasal.
Seorang gadis berusaha melepaskan diri dari cengkeraman dua orang pria yang tengah mengganggunya. Keduanya terlihat sedang mabuk. Aroma alkohol menguar dari mulut mereka. Tak ada yang bisa dilakukannya untuk melepaskan diri dari cengkeraman dua orang bertubuh besar itu selain berteriak.
Sekuat tenaga gadis itu melakukannya, berharap siapa pun yang masih berkeliaran di area selter bus segera menolongnya. Meski rasanya mustahil karena tempat tersebut sudah sangat sepi, tetapi harapan masih tertumpu di benaknya.
Menyaksikan hal tersebut, pemuda itu kalap. Setengah berlari, ia keluar. Mencari sesuatu di sekitarnya yang bisa digunakan untuk melawan kedua pria itu. Ditemukannya potongan kayu yang tergeletak tak jauh dari sana. Bersama pikirannya yang kalut, ia mengambilnya, dan...
“Bukkk!!!”
Satu pukulan langsung melayang pada pundak pria berperawakan tinggi besar yang sedang mendekapkan tangannya pada bahu gadis itu. Seketika pria itu meraba pundaknya, dan kesempatan itu digunakan gadis itu untuk melepaskan diri. Pukulan kedua dan ketiga pun dilayangkan hingga tubuh besarnya langsung terhuyung dan terjatuh menahan sakit.
Rupanya pemuda itu lengah. Pria satunya yang bertubuh pendek namun berbadan besar langsung mendaratkanpukulan ke wajahnya, membuatnya sedikit terpental. Namun ia kembali siaga dan balik memukul lawannya dengan sembarang. Memukul ke perut, wajah dan bagian tubuh lainnya. Karena mereka sedang mabuk, maka tidak banyak perlawanan. Beberapa saat setelah banyak pukulan dilayangkan dengan sembarang, kedua pria itu pun tersungkur pada longgokan salju di tepi jalan.
Pemuda itu berjalan menghampiri gadis yang masih terlihat syok. Ia mengulurkan tangan, dan dengan gemetar, gadis itu meraihnya. Keduanya kini dalam posisi saling berhadapan. Pemuda itu sempat mencium aroma alkohol yang menyengat dari mulut gadis di hadapannya, kemudian pemuda itu mengajaknya berlari meninggalkan tempat itu.
Sesampainya di selter tempat tadi ia menunggu bus, tubuh gadis itu seketika ambruk.
“Ya1! Agassi2... apa yang terjadi denganmu?” pemuda itu tampak panik. Ia langsung mendudukkan gadis itu di bangku.
Pemuda itu turut duduk di sebelahnya. Napasnya terengah-engah. Butir keringat mengalir dari keningnya. Setidaknya, melawan dua pria tadi bisa membuat tubuhnya yang gigil sedikit mengeluarkan keringat dingin. Namun yang menjadi permasalahannya kini adalah, apa yang harus ia lakukan terhadap gadis yang tengah tertidur di bangku itu.
Ia berpikir keras.
Tanpa sadar, ia mencermati wajah gadis di sampingnya.
1. Kata seruan
2. Nona
“Sepertinya, aku pernah melihatnya. Tapi di mana...?” gumamnya. Tetapi ia segera menepisnya. Pikirnya, itu bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal tersebut.
Ya! Bangun...!” berkali-kali ia menepuk-nepuk pipi gadis itu, namun tak membuahkan hasil.
Gadis itu tetap tak sadarkan diri. “Sepertinya gadis ini terlalu banyak mengonsumsi alkohol!” tebaknya.
Karena tidak mungkin meninggalkannya sendirian di selter yang sudah sepi, sebersit ide muncul di benaknya. Tidak ada pilihan lain baginya, selain membawa gadis itu ke rumahnya.
Tidak lama kemudian, seberkas cahaya menyilaukan pandangannya. Bersamaan dengan suara deru mesin yang mendekat. Pemuda itu tahu bahwa bus yang ditunggunya telah datang. Dengan sedikit kepayahan, ia menggandeng gadis itu dan membawanya masuk ke dalam bus. Kebetulan di dalam tidak banyak penumpang. Hanya terlihat seorang kakek di kursi depan dan dua laki-laki yang tampak asik dengan perbincangan mereka.
Sambil memikirkan apa yang akan ia lakukan nanti, pemuda itu menyandarkan kepalanya pada sandaran di belakangnya. Seiring bus yang melaju meninggalkan selter, matanya mulai merayapi kota Seoul yang sudah mulai sepi.
❀❀❀


 Ket: Prolog dalam Beautiful Regret

Tidak ada komentar:

Posting Komentar