Sabtu, 08 Februari 2014

H

Hai, H... apa kabar?

Bagiku, kau bukan sekadar inisial. Bukan pula abzad ke delapan yang tak mampu berdiri sendiri untuk merangkai kata. Bagiku, kau bisa menjadi (H)ati, (H)idup, atau (H)arapan. Bisa pula kau adalah (H)atiku, (H)idupku serta (H)arapanku yang pada akhirnya kau (H)empas pada satu pilihanmu...

H, sudah berapa persimpangan kita lewati dengan berpapasan, saling bertemu muka, namun tak di antara kita bertegur sapa. Segaris senyum pun, tak pernah berhasil kita sunggingkan. Satu sama lain, berpaling pada arah yang tidak akan membuat kita bersitatap. Satu kali, dua, tiga, atau puluhan?

Kita merupa dua orang asing yang tak saling mengenal. Atau, kita pernah saling mengenal, tetapi entah pada dimensi mana kita pernah mengisi cerita dalam meja yang sama. Tersenyum atas cerita lucu yang kita tawarkan.

Terus terang saja, H, itu bukanlah inginku.

Jujur, ketika kita berpapasan pada gang kecil menuju tempat indekostmu, aku ingin menyapamu. Sekadar basa-basi. Tak apalah, aku melakukannya hanya padamu. Namun, semua selalu menjadi angan-angan. Kau tahu apa alasannya?

Tak ada alasan setidakmasuk akal ini, "Karena hadir gejolak rasa yang tiba-tiba saja membuat lidahku kelu, H... apa kau juga merasa demikian?"

Sampai detik ini, hanya kau yang dapat melakukan itu, H... Membuatku merasa menjadi makhluk paling bodoh saat berada di dekatmu. Belum ada gadis lain yang dapat melakukannya. Mereka datang dan pergi, seolah aku hanyalah tempat persimpangan.

Terkadang aku bertanya kepada diri sendiri, "Kapan kau akan kembali jatuh cinta?"

Sementara batinku menjawab lemah, "Belum ada gadis lain yang bisa membuat dadamu bergetar ketika kau tengah bersamanya. Membuatmu tak mampu menatapnya, selain sesekali kau mencuri pandang tanpa diketahui olehnya. Atau seseorang yang bisa membuatmu tersenyum selayak orang gila ketika mendapat pesan singkat darinya."

Itu gila kan, H? Tetapi mencintaimu dalam diam itu sangat menyenangkan. Bahagia. Tidak ada kata lain. Mana mungkin cinta begitu menyakitkan? Itu hanya ada dalam novel roman yang pernah kutulis. ‘Pernah’ dekat denganmu saja bahagiaku sungguh luar biasa. Apalagi selamanya?

Belum ada yang lain, H. Sungguh.

Coba kau hitung, sudah berapa lama aku jatuh-cinta-dalam-diam kepadamu? Tapi percayalah, kadar cintaku tidak tertakar...

Dan hujan kali ini mengingatkanku pada satu senja; pada eskrim, pada payung yang menaungi dan tentu saja, pada ‘kita’...