Kamis, 11 Juli 2013

Surat untuk Sahabat

Sahabat...
Apa kabarmu? Kabarku tentu baik. Sungguh, belakangan ingatanku terus berputar pada masa-masa kau dan aku memaknai hidup sebagai sebuah permainan. Life is losing game...

Dan kini kusadari. Kita bersahabat, namun tanpa kita tahu, kita adalah saudara...
Kau tentu lebih tahu sekarang, aku hanya mengira-ngira, coba kau samakan di sana.

Permainanmu telah berakhir. Kau bertanya, adilkah...?

Kita adalah dua orang anak. Dan Tuhan adalah Bapak kita. Selayaknya anak kecil yang menyukai permainan, Bapak memberi uang untuk kita bermain. Kupikir Bapak memberi jatah yang sama. Dan kita pun memainkan peran kita sebagai dua anak laki-laki yang bersahabat.

Namun tak kukira, Bapak memberimu jatah yang tak banyak sehingga permainanmu telah berakhir. Sementara di sini, aku masih menikmati permainan. Tak seperti yang kau bayang, sahabat. Sedikitnya aku merasa jenuh sehingga aku mencoba mengingkari, sedikit demi sedikit mencari jawab, adilkah...?

Semoga suatu saat, aku bisa menuntaskan permainanku dan kembali ke rumah Bapak. Barangkali aku masih menyimpan tanya itu dan menanyakan langsung pada-Nya. Sementara kau lebih beruntung karena telah mengetahuinya.