Bagi Erash, musik pengiring terbaik saat sarapan
adalah suara benda logam yang beradu dengan porselen. Atau keheningan. Selain
itu, tidak ada. Obrolan? Yang benar saja.Sebenarnya,
yang terbaik adalah dia segera menghabiskan sarapannya, kemudian beranjak pergi
dari ruang makan.
Tetapi, setidaknya, dia membutuhkan
lima menit untuk menghabiskan roti panggang di depannya. Dan, belum satu menit
berlalu, sosok Anna telah muncul dengan mengenakan seragam lengkap. Penampilannya
sangat segar pagi itu. Jaket tipis berwarna cokelat pupus membungkus tubuhnya yang
mungil, kemudian bandanna merah tua menutupi sebagian rambut ikal sebahunya.
Gadis itu muncul, kemudian mengambil duduk di sebelah Erash.
Tidak ada satu kata pun yang
meluncur dari mulut Anna, dan juga dari orang-orang di sekitarnya. Hal demikian
itu, sudah biasa bagi mereka. Gadis itu segera mengambil sarapannya, kemudian
mulai menyantapnya dalam hening.
Dan hening tersebut pecah oleh suara
Danu Sadjana yang telah menyudahi sarapannya.
“Ada acara dinas selama satu
minggu,” kata lelaki itu, “ke luar kota. Dan berangkat hari ini.” Nadanya
terdengar sangat kaku.
Ucapannya barusan memang didengar
oleh ketiga orang yang tengah duduk di meja makan, tetapi tidak ada yang
menanggapi, seolah-olah pengumuman barusan tidak pernah ada.
Kendati begitu, papanya tetap
melanjutkan kalimatnya, dengan agak terbata. “Kalian, hati-hati di rumah.”
Setelah itu, dia beranjak, meninggalkan ruang makan yang tetap hening.
Freya Sadjana menyusul tidak lama
kemudian. Sebelum pergi, kepada Anna dan Erash, dia berpesan, “Jangan membuat kekacauan
di sekolah.” Perempuan itu kemudian melirik putra sulungnya. “Terutama kamu,
Erash. Tolong, jangan sering libatkan Mama dengan guru BK-mu yang cerewetnya luar
biasa itu. Cukup minggu kemarin kali terakhir Mama mendatangi sekolah kalian
untuk persoalan yang sama.” Kemudian, mamanya segera meninggalkan ruang makan.
“Manis sekali mereka....” Gadis di
sebelah Erash menggumam dengan nada sinis.
Erash mendengar pemberitahuan
papanya dan juga petuah yang terdengar seperti sebuah ancaman dari mamanya
barusan. Dia juga mendengar komentar Anna tentang kedua orang tua mereka,
tetapi baginya, diam adalah hal terbaik yang bisa dia lakukan. Karena menurut
dia, bicara pun hanya akan berakhir seperti yang sudah-sudah. Tidak didengar.
Terabaikan.
Dan itu, luar biasa sakitnya.
Wah, blognya udah ada sarang laba-labanya. udah 4 tahun gak dijamah, hehehe
BalasHapusBtw, salam kenal ya, Kreta Amura