Selasa, 27 Januari 2015

Excerpt #Interval: Time and Space to Talk


            Bagi Erash, musik pengiring terbaik saat sarapan adalah suara benda logam yang beradu dengan porselen. Atau keheningan. Selain itu, tidak ada. Obrolan? Yang benar saja.Sebenarnya, yang terbaik adalah dia segera menghabiskan sarapannya, kemudian beranjak pergi dari ruang makan.

            Tetapi, setidaknya, dia membutuhkan lima menit untuk menghabiskan roti panggang di depannya. Dan, belum satu menit berlalu, sosok Anna telah muncul dengan mengenakan seragam lengkap. Penampilannya sangat segar pagi itu. Jaket tipis berwarna cokelat pupus membungkus tubuhnya yang mungil, kemudian bandanna merah tua menutupi sebagian rambut ikal sebahunya. Gadis itu muncul, kemudian mengambil duduk di sebelah Erash.

            Tidak ada satu kata pun yang meluncur dari mulut Anna, dan juga dari orang-orang di sekitarnya. Hal demikian itu, sudah biasa bagi mereka. Gadis itu segera mengambil sarapannya, kemudian mulai menyantapnya dalam hening.

            Dan hening tersebut pecah oleh suara Danu Sadjana yang telah menyudahi sarapannya.
           
            “Ada acara dinas selama satu minggu,” kata lelaki itu, “ke luar kota. Dan berangkat hari ini.” Nadanya terdengar sangat kaku.

            Ucapannya barusan memang didengar oleh ketiga orang yang tengah duduk di meja makan, tetapi tidak ada yang menanggapi, seolah-olah pengumuman barusan tidak pernah ada.

            Kendati begitu, papanya tetap melanjutkan kalimatnya, dengan agak terbata. “Kalian, hati-hati di rumah.” Setelah itu, dia beranjak, meninggalkan ruang makan yang tetap hening.

            Freya Sadjana menyusul tidak lama kemudian. Sebelum pergi, kepada Anna dan Erash, dia berpesan, “Jangan membuat kekacauan di sekolah.” Perempuan itu kemudian melirik putra sulungnya. “Terutama kamu, Erash. Tolong, jangan sering libatkan Mama dengan guru BK-mu yang cerewetnya luar biasa itu. Cukup minggu kemarin kali terakhir Mama mendatangi sekolah kalian untuk persoalan yang sama.” Kemudian, mamanya segera meninggalkan ruang makan.

            “Manis sekali mereka....” Gadis di sebelah Erash menggumam dengan nada sinis.

            Erash mendengar pemberitahuan papanya dan juga petuah yang terdengar seperti sebuah ancaman dari mamanya barusan. Dia juga mendengar komentar Anna tentang kedua orang tua mereka, tetapi baginya, diam adalah hal terbaik yang bisa dia lakukan. Karena menurut dia, bicara pun hanya akan berakhir seperti yang sudah-sudah. Tidak didengar. Terabaikan.
           

            Dan itu, luar biasa sakitnya.

1 komentar:

  1. Wah, blognya udah ada sarang laba-labanya. udah 4 tahun gak dijamah, hehehe
    Btw, salam kenal ya, Kreta Amura

    BalasHapus