Prolog
MALAM itu
langit tanpa pendar bintang. Benar-benar gelap dan sunyi. Salju yang turun sore
tadi masih menyisakan rasa dingin yang menyecapi kulit. Meski sudah memakai
jaket wol yang cukup tebal, tetap saja, pemuda yang sedang duduk di bangku
selter bus itu terpaksa menautkan kedua telapak tangannya. Lalu
digosok-gosokkannya untuk mengusir rasa dingin yang mendera.
Malam semakin
larut, tetapi pemuda itu masih termangu di tempat itu. Entah kenapa, bus yang
ditunggunya tak kunjung datang. Apakah tumpukan salju menghalangi laju bus? Rasanya
tidak mungkin karena salju turun tak begitu lebat. Tetapi bagaimanapun juga, ia
harus menunggu bus terakhir ketimbang harus menggunakan taksi yang bayarannya
bisa berkali-kali lipat.
Udara dingin
semakin menyerang tubuhnya, membuatnya sedikit tergigil. Ia merutuki dirinya
sendiri karena tak mendengarkan saran ibunya untuk membawa jaket cadangan. Kali
ini ia tak bisa lagi melawan rasa dinginnya. Kemudian dimasukkan kedua
tangannya pada saku mantel. Meski pikirannya mulai tidak fokus, tetapi
telinganya masih bisa menangkap sebuah suara.
Suara
teriakan seorang perempuan yang meminta tolong!
Pemuda itu
berdiri. Kepalanya menoleh ke arah kiri dan kanan,mencari sumber suara itu
berasal.
Seorang gadis
berusaha melepaskan diri dari cengkeraman dua orang pria yang tengah
mengganggunya. Keduanya terlihat sedang mabuk. Aroma alkohol menguar dari mulut
mereka. Tak ada yang bisa dilakukannya untuk melepaskan diri dari cengkeraman
dua orang bertubuh besar itu selain berteriak.
Sekuat tenaga
gadis itu melakukannya, berharap siapa pun yang masih berkeliaran di area
selter bus segera menolongnya. Meski rasanya mustahil karena tempat tersebut
sudah sangat sepi, tetapi harapan masih tertumpu di benaknya.
Menyaksikan
hal tersebut, pemuda itu kalap. Setengah berlari, ia keluar. Mencari sesuatu di
sekitarnya yang bisa digunakan untuk melawan kedua pria itu. Ditemukannya
potongan kayu yang tergeletak tak jauh dari sana. Bersama pikirannya yang kalut,
ia mengambilnya, dan...
“Bukkk!!!”
Satu pukulan
langsung melayang pada pundak pria berperawakan tinggi besar yang sedang
mendekapkan tangannya pada bahu gadis itu. Seketika pria itu meraba pundaknya,
dan kesempatan itu digunakan gadis itu untuk melepaskan diri. Pukulan kedua dan
ketiga pun dilayangkan hingga tubuh besarnya langsung terhuyung dan terjatuh
menahan sakit.
Rupanya pemuda
itu lengah. Pria satunya yang bertubuh pendek namun berbadan besar langsung
mendaratkanpukulan ke wajahnya, membuatnya sedikit terpental. Namun ia kembali
siaga dan balik memukul lawannya dengan sembarang. Memukul ke perut, wajah dan
bagian tubuh lainnya. Karena mereka sedang mabuk, maka tidak banyak perlawanan.
Beberapa saat setelah banyak pukulan dilayangkan dengan sembarang, kedua pria
itu pun tersungkur pada longgokan salju di tepi jalan.
Pemuda itu
berjalan menghampiri gadis yang masih terlihat syok. Ia mengulurkan tangan, dan
dengan gemetar, gadis itu meraihnya. Keduanya kini dalam posisi saling
berhadapan. Pemuda itu sempat mencium aroma alkohol yang menyengat dari mulut gadis
di hadapannya, kemudian pemuda itu mengajaknya berlari meninggalkan tempat itu.
Sesampainya di
selter tempat tadi ia menunggu bus, tubuh gadis itu seketika ambruk.
“Ya1! Agassi2... apa
yang terjadi denganmu?” pemuda itu tampak panik. Ia langsung mendudukkan gadis
itu di bangku.
Pemuda itu
turut duduk di sebelahnya. Napasnya terengah-engah. Butir keringat mengalir
dari keningnya. Setidaknya, melawan dua pria tadi bisa membuat tubuhnya yang
gigil sedikit mengeluarkan keringat dingin. Namun yang menjadi permasalahannya
kini adalah, apa yang harus ia lakukan terhadap gadis yang tengah tertidur di
bangku itu.
Ia berpikir
keras.
Tanpa sadar,
ia mencermati wajah gadis di sampingnya.
1. Kata seruan
2. Nona
“Sepertinya,
aku pernah melihatnya. Tapi di mana...?” gumamnya. Tetapi ia segera menepisnya.
Pikirnya, itu bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal tersebut.
“Ya!
Bangun...!” berkali-kali ia menepuk-nepuk pipi gadis itu, namun tak membuahkan
hasil.
Gadis itu
tetap tak sadarkan diri. “Sepertinya gadis ini terlalu banyak mengonsumsi
alkohol!” tebaknya.
Karena tidak
mungkin meninggalkannya sendirian di selter yang sudah sepi, sebersit ide
muncul di benaknya. Tidak ada pilihan lain baginya, selain membawa gadis itu ke
rumahnya.
Tidak lama
kemudian, seberkas cahaya menyilaukan pandangannya. Bersamaan dengan suara deru
mesin yang mendekat. Pemuda itu tahu bahwa bus yang ditunggunya telah datang.
Dengan sedikit kepayahan, ia menggandeng gadis itu dan membawanya masuk ke
dalam bus. Kebetulan di dalam tidak banyak penumpang. Hanya terlihat seorang
kakek di kursi depan dan dua laki-laki yang tampak asik dengan perbincangan
mereka.
Sambil
memikirkan apa yang akan ia lakukan nanti, pemuda itu menyandarkan kepalanya
pada sandaran di belakangnya. Seiring bus yang melaju meninggalkan selter,
matanya mulai merayapi kota Seoul yang sudah mulai sepi.
❀❀❀
Ket: Prolog dalam Beautiful Regret
Tidak ada komentar:
Posting Komentar