Awal
tahun 2013, saya dihadapkan pada euforia penyambutan dua novel terbaru saya
yang akan terbit di dua penerbit berbeda. Painful Love hanya tinggal menunggu
naik cetak sementara yang ke-3 sudah hampir masuk tahap editing. Sebelumnya,
saya mengedit ulang, mengajukan beberapa alternatif blurb yang eyecatching, tentunya, dan tinggal
menunggu kabar selanjutnya.
Tetapi
apa yang terjadi, saya berubah pikiran. Saya menyadari betul, kesempurnaan tidak
bisa kita raih, tetapi kepuasan...? Saya percaya, kita bisa mendapatkan tahapannya.
Saya tidak puas dengan naskah yang awalnya saya beri judul ‘Pendar’ itu.
Kemungkinan untuk terbit pada tahun itu saya hempaskan. Setelah berpikir secara
matang dan meminta saran beberapa teman, akhirnya saya memberanikan diri untuk
mengirim email kepada editor, dengan
alasan ingin ‘memperbaikinya’, lantas saya menarik kembali naskah saya tersebut
dan... editor mengijinkan, puji syukur, meski sedikit disesalkan, “Padahal
naskah sudah masuk tahap editing.” Katanya.
Dan
setelah itu, saya tidak tahu harus melakukan apa. Naskah Pendar saya simpan
dulu, saya disibukkan dengan premis-premis baru yang tak sedikit pun saya
matangkan. Selama hampir dua bulan saya duduk di depan laptop tanpa juntrungan.
Kemudian samar-samar, saya mendengar percakapan ayah saya dengan Jatnik-abang
saya-yang sedikit menyadarkan saya. ‘Moro
Julang Ngaleupaskeun Peusing’ Kalimat itu bukan sejenis mantra, tetapi
peribahasa sunda yang mengartikan, “Melepaskan sesuatu yang sudah pasti, untuk
sesuatu yang tidak pasti.” Saya diskak mat oleh perkataan ayah saya itu.
Tetapi
saya menguatkan diri, saya punya alasan. Ingin naskah saya lebih baik, kenapa tidak?
Maka saya mulai menulis ulang Pendar dengan POV orang pertama. Saya berhasil
menuliskan lima bab pertama, dan kemudian saya dihubungi editor Grasindo untuk
menuliskan naskah ‘Beautiful Regret’ yang sebelumnya berupa outline. Dan mau tidak mau, saya
menanggalkan ‘Pendar’ sejenak dan kemudian memfokuskan diri untuk menulis
naskah romance berlatar Korea Selatan itu sampai awal desember. Setelah selesai
tahap firstreading dan editing, saya segera mengirimkannya ke
editor.
Saya
bisa bernapas dengan lega setelah itu. Satu minggu sebelum Natal, saya mulai
mematangkan beberapa premis dan mulai mengundi naskah mana yang akan saya tulis
berikutnya. Namun saya berlaku curang terhadap diri saya sendiri. Karena pada
saat itu, saya tidak memilih naskah undian. Saya membulatkan tekad untuk
melanjutkan menulis Pendar. Waktu itu saya berpikir, menuliskannya pada saat
itu, atau tidak sama sekali. Pada beberapa hal, kita memang harus tegas dengan
diri sendiri, bukan?
Oke,
dari lima bab itu, saya kembali merombaknya. Pendar akan jemu jika ceritanya
dikisahkan dari sudut pandang ‘Dillan’ saja. Maka saya kembali mengganti POV ke
semula. Saya merombak dan menambahkan banyak bagian untuk naskah Young Adult saya ini dan setelah
menikmati liburan-hiking ke gunung
tertinggi di Garut-saya mulai menuliskan kisah Dillan, Jeff, Yos, Hannah dan
segala kemelutnya.
Perkembangannya
cukup pesat. Terhitung, tiga bulan kurang lebih saya menuliskannya dan... kau
tahu, saya menuliskannya hingga 29 bab dari yang awalnya 20 bab. Bagi saya itu
serupakegilaan. Saya takut menuliskan sesuatu yang tak penting, tetapi jika dihilangkan,
saya takut banyak hal yang hilang. Sementara ini, saya mendiamkan dan mulai
menyebarkan naskah ini ke beberapa pembaca pertama saya dengan harapan akan
mendapat banyak masukan dari mereka. Dan sekarang, sembari nge-proofreader naskah ‘Beautiful Regret’
yang rencananya akan terbit bulan Mei, saya sedang mengeditnya.
Selama perjalanan menulis,
judul berganti menjadi All that Matters.
Bagi saya, ini judul yang paling tepat, karena kerumitan konflik yang dialami
banyak tokoh dalam naskah ini. Baik itu Dillan, Jeff, Yos ataupun Hannah
memiliki bagian yang membuat cerita saling berhubungan. Tolong, jangan anggap
ini cerita remaja tentang cinta segitiga, segiempat atau segi-lainnya. Meski tebakanmu
hampir mendekati, tetapi inti dari ceritanya bukan terletak di sana.
Percayalah....
Drama keluarga menjadi
latar cerita ini. Di postingan sebelumnya saya mengatakan, saya menulis apa
yang saya suka. Sementara saya sangat menyukai hal-hal tentang keluarga. Dan
konflik awal yang saya sajikan sangat klise. Tentang perselingkuhan. Menurut
saya, ini bagian yang menarik karena dalam naskah remaja yang saya bidik ini,
tidak hanya diceritakan dari sudut pandang anak, tetapi juga orangtua. Karena
saya pikir, dalam kasus perceraian, bukan hanya anak yang menjadi korban,
tetapi orangtua sendiri adalah korban. Mereka sama-sama korban dalam sudut
pandang yang berbeda, tentunya.
Saya tidak tahu naskah ini
akan sampai kapan selesai edit, karena saya merasa belum puas dan belum puas.
Tetapi saya ada rencana membawa outline
dan sinopsisnya terlebih dulu untuk dikonsultasikan dengan editor. Semoga
naskah yang paling saya sukai ini akan segera menemui jodohnya, bisa segera berubah
wujud dalam bentuk lembar dengan aroma kertas yang khas dan beralih ke
tanganmu. Iya, kamu... J
Cheers
Dion Sagirang
good job bray....... :D
BalasHapus