Rabu, 30 April 2014

Di Balik Pandang ‘Si Biru Muda Pudar’




Awal tahun 2013, saya dihadapkan pada euforia penyambutan dua novel terbaru saya yang akan terbit di dua penerbit berbeda. Painful Love hanya tinggal menunggu naik cetak sementara yang ke-3 sudah hampir masuk tahap editing. Sebelumnya, saya mengedit ulang, mengajukan beberapa alternatif blurb yang eyecatching, tentunya, dan tinggal menunggu kabar selanjutnya.
                Tetapi apa yang terjadi, saya berubah pikiran. Saya menyadari betul, kesempurnaan tidak bisa kita raih, tetapi kepuasan...? Saya percaya, kita bisa mendapatkan tahapannya. Saya tidak puas dengan naskah yang awalnya saya beri judul ‘Pendar’ itu. Kemungkinan untuk terbit pada tahun itu saya hempaskan. Setelah berpikir secara matang dan meminta saran beberapa teman, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengirim email kepada editor, dengan alasan ingin ‘memperbaikinya’, lantas saya menarik kembali naskah saya tersebut dan... editor mengijinkan, puji syukur, meski sedikit disesalkan, “Padahal naskah sudah masuk tahap editing.” Katanya.
            Dan setelah itu, saya tidak tahu harus melakukan apa. Naskah Pendar saya simpan dulu, saya disibukkan dengan premis-premis baru yang tak sedikit pun saya matangkan. Selama hampir dua bulan saya duduk di depan laptop tanpa juntrungan. Kemudian samar-samar, saya mendengar percakapan ayah saya dengan Jatnik-abang saya-yang sedikit menyadarkan saya. ‘Moro Julang Ngaleupaskeun Peusing’ Kalimat itu bukan sejenis mantra, tetapi peribahasa sunda yang mengartikan, “Melepaskan sesuatu yang sudah pasti, untuk sesuatu yang tidak pasti.” Saya diskak mat oleh perkataan ayah saya itu.
            Tetapi saya menguatkan diri, saya punya alasan. Ingin naskah saya lebih baik, kenapa tidak? Maka saya mulai menulis ulang Pendar dengan POV orang pertama. Saya berhasil menuliskan lima bab pertama, dan kemudian saya dihubungi editor Grasindo untuk menuliskan naskah ‘Beautiful Regret’ yang sebelumnya berupa outline. Dan mau tidak mau, saya menanggalkan ‘Pendar’ sejenak dan kemudian memfokuskan diri untuk menulis naskah romance berlatar Korea Selatan itu sampai awal desember. Setelah selesai tahap firstreading dan editing, saya segera mengirimkannya ke editor.
            Saya bisa bernapas dengan lega setelah itu. Satu minggu sebelum Natal, saya mulai mematangkan beberapa premis dan mulai mengundi naskah mana yang akan saya tulis berikutnya. Namun saya berlaku curang terhadap diri saya sendiri. Karena pada saat itu, saya tidak memilih naskah undian. Saya membulatkan tekad untuk melanjutkan menulis Pendar. Waktu itu saya berpikir, menuliskannya pada saat itu, atau tidak sama sekali. Pada beberapa hal, kita memang harus tegas dengan diri sendiri, bukan?
            Oke, dari lima bab itu, saya kembali merombaknya. Pendar akan jemu jika ceritanya dikisahkan dari sudut pandang ‘Dillan’ saja. Maka saya kembali mengganti POV ke semula. Saya merombak dan menambahkan banyak bagian untuk naskah Young Adult saya ini dan setelah menikmati liburan-hiking ke gunung tertinggi di Garut-saya mulai menuliskan kisah Dillan, Jeff, Yos, Hannah dan segala kemelutnya.
            Perkembangannya cukup pesat. Terhitung, tiga bulan kurang lebih saya menuliskannya dan... kau tahu, saya menuliskannya hingga 29 bab dari yang awalnya 20 bab. Bagi saya itu serupakegilaan. Saya takut menuliskan sesuatu yang tak penting, tetapi jika dihilangkan, saya takut banyak hal yang hilang. Sementara ini, saya mendiamkan dan mulai menyebarkan naskah ini ke beberapa pembaca pertama saya dengan harapan akan mendapat banyak masukan dari mereka. Dan sekarang, sembari nge-proofreader naskah ‘Beautiful Regret’ yang rencananya akan terbit bulan Mei, saya sedang mengeditnya.
Selama perjalanan menulis, judul berganti menjadi All that Matters. Bagi saya, ini judul yang paling tepat, karena kerumitan konflik yang dialami banyak tokoh dalam naskah ini. Baik itu Dillan, Jeff, Yos ataupun Hannah memiliki bagian yang membuat cerita saling berhubungan. Tolong, jangan anggap ini cerita remaja tentang cinta segitiga, segiempat atau segi-lainnya. Meski tebakanmu hampir mendekati, tetapi inti dari ceritanya bukan terletak di sana. Percayalah....
Drama keluarga menjadi latar cerita ini. Di postingan sebelumnya saya mengatakan, saya menulis apa yang saya suka. Sementara saya sangat menyukai hal-hal tentang keluarga. Dan konflik awal yang saya sajikan sangat klise. Tentang perselingkuhan. Menurut saya, ini bagian yang menarik karena dalam naskah remaja yang saya bidik ini, tidak hanya diceritakan dari sudut pandang anak, tetapi juga orangtua. Karena saya pikir, dalam kasus perceraian, bukan hanya anak yang menjadi korban, tetapi orangtua sendiri adalah korban. Mereka sama-sama korban dalam sudut pandang yang berbeda, tentunya.
Saya tidak tahu naskah ini akan sampai kapan selesai edit, karena saya merasa belum puas dan belum puas. Tetapi saya ada rencana membawa outline dan sinopsisnya terlebih dulu untuk dikonsultasikan dengan editor. Semoga naskah yang paling saya sukai ini akan segera menemui jodohnya, bisa segera berubah wujud dalam bentuk lembar dengan aroma kertas yang khas dan beralih ke tanganmu. Iya, kamu... J

Cheers

Dion Sagirang